Pendakian itu tak melulu soal
menggapai puncak. Pendakian itu tak melulu masalah ketinggian. Pendakian
itu seringnya adalah soal mencari makna. Bahkan kadang-kadang pendakian
bisa berubah menjadi ekspedisi arkeologi bersejarah. Hal seperti itulah
yang akan terjadi tatkala kita mendaki Gunung Penanggungan. Di masa lalu gunung yang lebih dikenal dengan nama Pawitra ini ternyata
merupakan pusat kegiatan keagamaan. Bukti-buktinya dapat dilihat hingga
saat ini. Puluhan candi, pertirtaan, dan makam tersebar di tubuh gunung
yang konon sering dikunjungi Hayam Wuruk ini.
Menurut beberapa penelitian yang telah diadakan untuk memetakan candi-candi di Gunung Penanggungan,
terdapat setidaknya 80 candi yang sudah ditemukan. Jumlah ini dapat
bertambah jika suatu saat ada eksplorasi lebih lanjut. Sebagian besar
candi tersebut letaknya cukup sulit untuk dicapai. Untuk mengunjunginya
mungkin butuh jasa seorang pemandu yang sudah hafal letak dan jalan
menuju candi-candi. Namun ada beberapa yang keberadaannya mudah
ditemukan para pendaki. Lima di antaranya terletak di jalur pendakian
lewat Jolotundo.
Jalur pendakian Jolotundo sekitar 30 menit dari Pos perijinan pendakian Tamiajeng.
Candi Bayi
Kurang lebih berjalan 1 jam pertama
dalam perjalanan naik ke puncak terdapat Candi Bayi. Kondisinya cukup
memprihatinkan. Bentuknya berupa persegi empat yang tampak disusun
asal-asalan. Bisa jadi karena tidak semua bagian asli candi yang
ditemukan pada saat penggalian.
Candi Putri
Di antara semua candi yang terdapat di
jalur Jolotundo, bisa jadi Candi Putri merupakan candi dengan bentuk
paling sempurna dan lengkap. Setidaknya itu yang tertangkap oleh mata
kepalaku saat tiba di lokasi ini. Bangunannya tampak seperti menempel ke
punggung gunung sehingga yang tampak hanya bagian depannya saja, Perjalanan kurang lebih 1 jam dari jandi bayi.
Candi Pura
Mengikuti jalur setapak kurang lebih 20 menit Candi ke-3 yang akan kita temui jika
datang dari puncak bernama Candi Pura. Letaknya tidak jauh dari Candi
Gentong. Saat memperhatikan bentuknya saat ini, yang terlintas dalam
pikiran kebanyakan orang mungkin adalah sebuah makam. Namun bisa saja
hal itu salah karena bentuk candi sebenarnya di masa lalu bisa jadi
berbeda.
Candi Gentong
Tak begitu jauh
terdapat satu kompleks yang sebenarnya tidak layak disebut candi karena
hanya berupa gentong dan sebuah bangunan serupa meja seperti yang
terdapat di candi sebelumnya. Mungkin keberadaan gentong inilah yang
menyebabkan nama Candi Gentong melekat pada kompleks ini.
Candi Shinta
Di akhir jalur akan menjumpai sekitar perjalanan 10 menit bertemu dengan Candi Shinta. Bentuknya
persegi empat berupa pundan berundak dengan tiga lantai. Namun jika
diperhatikan lebih seksama, hanya lantai dua dan tiga saja yang
merupakan bangunan asli. Hal itu tampak dari batu-batu penyusun lantai
dasar yang tidak lagi berbentuk balok. Selain candi, di lokasi ini tedapat
sebuah bangunan yang kelihatan seperti makam. Keadaan sekitar menampakkan
bahwa candi ini sudah mendapatkan perawatan yang cukup memadai. Halaman
sekitar yang ditanami bunga-bunga tampak bersih dan asri.
Nama Jolotundo sendiri sebenarnya
digunakan lantaran di pos perizinan jalur ini terdapat sebuah pertirtaan
dengan nama yang sama. Tempat pemandian ini cukup ramai dikunjungi
wisatawan yang berasal dari daerah Jawa Timur. Airnya konon dipercaya
dapat mendatangkan rejeki dan umur panjang bagi siapa saja yang mandi
menggunakannya. Sayangnya kami tak sempat mampir ke dalam pertirtaan
peninggalan Raja Airlangga ini karena supir yang dipesan sehari
sebelumnya sudah menunggu di parkiran.
Komentar
Posting Komentar