...dan mereka para pembenci dengan tanpa hati tidak akan berhenti mencaci maki.
Maka, kita, anak-anak Mapala, yang di didik liarnya alam, tidur berbivak ponco, beralaskan tumpukan daun, terbangun dalam selimut kabut. Direndam pada suhu dingin pagi hari, merayap di rawa lumpur lalu berjalan longmarch puluhan kilometer; rasa-rasanya bukanlah lawan tanding sepadan buat mereka.
Jangan habiskan energi kita menghadapi orang-orang yang sibuk saja menilai-nilai sampul buku kita, tapi ketika di tawari "Ayooo, ikut kami" mereka paling dulu ajukan alasan menolak sambil berlari sembunyi.
Sudah, kita sudah biasa begini ; dilupakan kala berprestasi dan dicaci kala tertatih.
Tak pantas pula kita membela diri jika memang ada kesalahan pada kita.
Oknum sekalipun yang berbuat, mereka adalah bagian dari kita, besar dari lumpur yang sama, berjibaku dengan scraft yang sama, tertatih menegakkan bendera yang sama.
Maka, mari instrospeksi, konsolidasi internal ke lembaga masing-masing, memperbaiki diri agar kejadian ini adalah kejadian terakhir dalam sejarah Diksar Mapala dan tidak menimpa di lembaga kita masing-masing.
Cukup dengan komitmen dan buktikan bahwa kebanggaan kita sebagai Mapala adalah dengan melakukan aktivitas yang terukur, terstruktur tanpa merugikan sesama manusia.
Bersyukurlah, Tuhan YME lagi-lagi memberikan kesempatan pada kita untuk mempelajari dan memahami kembali hakikat Kode Etik PA dan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
===
Semoga kita selalu mawas diri dan menyadari bahwa tindak laku kekerasan fisik dalam pelaksanaan pendidikan dan latihan kepencintaalaman sejatinya adalah bentuk pelanggaran terhadap kode etik PA itu sendiri.
Maka, kita, anak-anak Mapala, yang di didik liarnya alam, tidur berbivak ponco, beralaskan tumpukan daun, terbangun dalam selimut kabut. Direndam pada suhu dingin pagi hari, merayap di rawa lumpur lalu berjalan longmarch puluhan kilometer; rasa-rasanya bukanlah lawan tanding sepadan buat mereka.
Jangan habiskan energi kita menghadapi orang-orang yang sibuk saja menilai-nilai sampul buku kita, tapi ketika di tawari "Ayooo, ikut kami" mereka paling dulu ajukan alasan menolak sambil berlari sembunyi.
Sudah, kita sudah biasa begini ; dilupakan kala berprestasi dan dicaci kala tertatih.
Tak pantas pula kita membela diri jika memang ada kesalahan pada kita.
Oknum sekalipun yang berbuat, mereka adalah bagian dari kita, besar dari lumpur yang sama, berjibaku dengan scraft yang sama, tertatih menegakkan bendera yang sama.
Maka, mari instrospeksi, konsolidasi internal ke lembaga masing-masing, memperbaiki diri agar kejadian ini adalah kejadian terakhir dalam sejarah Diksar Mapala dan tidak menimpa di lembaga kita masing-masing.
Cukup dengan komitmen dan buktikan bahwa kebanggaan kita sebagai Mapala adalah dengan melakukan aktivitas yang terukur, terstruktur tanpa merugikan sesama manusia.
Bersyukurlah, Tuhan YME lagi-lagi memberikan kesempatan pada kita untuk mempelajari dan memahami kembali hakikat Kode Etik PA dan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
===
Semoga kita selalu mawas diri dan menyadari bahwa tindak laku kekerasan fisik dalam pelaksanaan pendidikan dan latihan kepencintaalaman sejatinya adalah bentuk pelanggaran terhadap kode etik PA itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar