ALKISAH SANG BETARA GURU MANDI DI GUNUNG PENANGGUNGAN
Bening dan segarnya air Gunung Penangunggan bukan hanya memikat hati manusia di dunia, bahkan Betara Guru juga terpesono olehnya. Saking senangnya dengan air Penanggungan, sang penguasa Suralaya itu sampai menghabiskan semua air yang ada di gunung tersebut.
Gunung Penangungan yang ada di daerah Trawas Mojokerto memang tidak seberapa tinggi, menurut mbah google tingginya tidak lebih dari 1.653 meter dari permukaan air laut. Walaupun demikian gunuung di timur tlatah Majapahit itu memiliki peran penting bagi tanah Jawa. Menurut cerita rakyat, Penanggungan dibuat oleh para dewa untuk menstabilkan pulau Jawa yang terobang ambing oleh gelombang samudra. Tanah jawa terlalu ringan bagaikan busa atau gabus di atas hamparan air laut. Karena itu perlu ditambah beratnya dan dipaku langsung ke bumi agar tidak hanyut. Nah, coba bayangkan jika tanah jawa ini hanyut, bisa jadi kita yang ditakdirkan menghuninya menggigil di dinginnya kutub selatan sana ketika hanyut terbawa air samudra Hindia.
Dalam sebuah rapat kabinet Suralaya diambl keputusan untuk memotong gunung tertinggi, Gunung Mahameru namanya dan potongan itu ditancapkan di tanah Jawa. Perintah dititahkan oleh Betara Guru dan menunjuk Betara Narada selaku pimpinan proyek stabilisasi tanah Jawa. Beberapa dewa dilibatkan karena membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak untuk memotong dan mengusung puncak Mahameru ke Jawa. Setelah keputusan itu segera disusun perencanaan secara matang.
Potongan Mahameru berhasil diusung dengan cara menggotong bersama-sama sambil terbang di angkasa. Ketika sampai di pulau Jawa yang terus bergoyang, Betara Narada memerintahkan agar diletakkan beberapa bagian tanah mahameru di tengah pulau. Ternyata masih saja labil dihempas gelombang lautan. Ditambahkan lagi, malah miring ke kanan. Diletakkanlah sebagian lainnya di sisi kiri, kok malah berat dikirinya. demikian berulang-ulang hingga tersisa sebagian kecil dari bagian potongan Mahameru. Kondisi itu membuat Betara Narada gundah jika pekerjaannya gagal. Maka dia memerintahkan agar pekerjaan itu sejenak dihentikan.
Patih Suralaya itu selanjutnya menggelar rapat terbatas dengan para dewa pendampingnya. Dari beberapa saran yang disampaikan, Betara Narada harus melihatnya dari jauh hingga dapat melihat secara keseluruhan kondisi pulau Jawa sebelum sisa potongan terakhir diletakkan. Dia harus cermat melihat dan tepat menghitung berat pulau Jawa. Jika meleset memilih tempat maka akan gagallah proyek tersebut. Dan tentu Betara Narada sebagai pimpro akan mendapat hukuman dari Betara Guru, Sang Raja Suralaya.
Dari hasil pengamatannya, dia menemukan koordinat yang pas dimana harus meletakkan potongan Mahameru yang masih tersisa. Maka dia perintahkan para dewa pekerja menaruhnya di lokasi yang sekarang kita kenal sebagai Gunung Penanggungan. Sedangkan potongan lainnya saat ini menjadi gunung-gunung yang menghiasi tanah Jawa. Ternyata perhitungan Narada tepat dan tanah Jawa menancap melekat tidak goyah lagi.
Setelah selesai pekerjaan yang dibebankan padanya, Betara Narada dengan bangga memberi laporan pada Betara Guru. Stabilnya pulau Jawa membuat sang Raja Kahyangan itu senang bukan kepalang. Dia ingin melihat secara langsung kondisi pulau yang tidak lagi bergoyang tersebut. Sidak Betara Guru itu didampingi langsung oleh patih kepercayaannya.
Ketika sampai di jawa, Betara Guru terbang menuju puncak gunung tertinggi. Dia berpikir pasti gunuung tertinggi itulah bekas puncak Mahameru yang diletakkan untuk menstabilkan tanah Jawa. Betara Narada pun berkata, "Bukan itu potongan puncak Mahameru, Betara Guru. Tapi gunung baratnya lagi potongan puncak hamba letakkan," ujarnya sambil menunjuk puncak gunung yang terlihat dikejauhan.
"Oh, begitu Kakang Narada ? Tapi karena gunung ini tertinggi di Jawa dan dibuat dari tanah gunung Mahameru maka saya namakan gunung tertinggi itu sebagai Gunung Semeru," timpal Betara Guru.
Mereka kemudian pergi menuju gunung yang ditunjuk oleh Betara Narada. Sesampainya digunung dimaksud, Betara Guru merasa gerah dan ingin mandi dari air yang bersumber dari gunung tersebut. Saat air penanggungan membasahi kulit Betara Guru, terasalah kesegaran yang tiada terkira. Karena itu kegiatan mandi yang dilakukan Betara Guru tidak hanya sekali. Setiap sumber air yang ditemukannya di gunung penanggungan selalu disempatkannya untuk mandi. Hingga kemudian air dari penanggungan habis dan mengering.
"dimana lagi ada air yang bisa saya buat mandi Kakang Narada ?" Tanya Betara Guru yang merasa gerah di panasnya Mayapada.
"Masih ada, Betara Guru. Tidak jauh dari gunung ini ada sumber air lagi yang tidak kalah beningnya," ucap Narada seraya melihat ke gunung yang ada di sebelah selatannya, yakni Gunung Welirang.
"Baiklah Kakang, saya akan mandi sekali lagi sebelum kita kembali ke Kahyangan Suralaya," Ujar Batara Guru. "Air gunung ini sungguh bening dan terasa segar, maka tolong diingat gunung ini saya namakan Pawitra yang artinya suci/jernih/bening" (dalam Bahasa Sansekerta), pungkas Betara Guru.
Demikianlah kisah terpesonanya Betara Guru pada air Pawitra dan juga Gunung Welirang yang ada di selatannya. Kedua gunung itu hingga kini menjadi sumber air yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitarnya. Kejernihan dan kesegarannya masih terjaga.
Info : berbagai sumber...
Bening dan segarnya air Gunung Penangunggan bukan hanya memikat hati manusia di dunia, bahkan Betara Guru juga terpesono olehnya. Saking senangnya dengan air Penanggungan, sang penguasa Suralaya itu sampai menghabiskan semua air yang ada di gunung tersebut.
Gunung Penangungan yang ada di daerah Trawas Mojokerto memang tidak seberapa tinggi, menurut mbah google tingginya tidak lebih dari 1.653 meter dari permukaan air laut. Walaupun demikian gunuung di timur tlatah Majapahit itu memiliki peran penting bagi tanah Jawa. Menurut cerita rakyat, Penanggungan dibuat oleh para dewa untuk menstabilkan pulau Jawa yang terobang ambing oleh gelombang samudra. Tanah jawa terlalu ringan bagaikan busa atau gabus di atas hamparan air laut. Karena itu perlu ditambah beratnya dan dipaku langsung ke bumi agar tidak hanyut. Nah, coba bayangkan jika tanah jawa ini hanyut, bisa jadi kita yang ditakdirkan menghuninya menggigil di dinginnya kutub selatan sana ketika hanyut terbawa air samudra Hindia.
Dalam sebuah rapat kabinet Suralaya diambl keputusan untuk memotong gunung tertinggi, Gunung Mahameru namanya dan potongan itu ditancapkan di tanah Jawa. Perintah dititahkan oleh Betara Guru dan menunjuk Betara Narada selaku pimpinan proyek stabilisasi tanah Jawa. Beberapa dewa dilibatkan karena membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak untuk memotong dan mengusung puncak Mahameru ke Jawa. Setelah keputusan itu segera disusun perencanaan secara matang.
Potongan Mahameru berhasil diusung dengan cara menggotong bersama-sama sambil terbang di angkasa. Ketika sampai di pulau Jawa yang terus bergoyang, Betara Narada memerintahkan agar diletakkan beberapa bagian tanah mahameru di tengah pulau. Ternyata masih saja labil dihempas gelombang lautan. Ditambahkan lagi, malah miring ke kanan. Diletakkanlah sebagian lainnya di sisi kiri, kok malah berat dikirinya. demikian berulang-ulang hingga tersisa sebagian kecil dari bagian potongan Mahameru. Kondisi itu membuat Betara Narada gundah jika pekerjaannya gagal. Maka dia memerintahkan agar pekerjaan itu sejenak dihentikan.
Patih Suralaya itu selanjutnya menggelar rapat terbatas dengan para dewa pendampingnya. Dari beberapa saran yang disampaikan, Betara Narada harus melihatnya dari jauh hingga dapat melihat secara keseluruhan kondisi pulau Jawa sebelum sisa potongan terakhir diletakkan. Dia harus cermat melihat dan tepat menghitung berat pulau Jawa. Jika meleset memilih tempat maka akan gagallah proyek tersebut. Dan tentu Betara Narada sebagai pimpro akan mendapat hukuman dari Betara Guru, Sang Raja Suralaya.
Dari hasil pengamatannya, dia menemukan koordinat yang pas dimana harus meletakkan potongan Mahameru yang masih tersisa. Maka dia perintahkan para dewa pekerja menaruhnya di lokasi yang sekarang kita kenal sebagai Gunung Penanggungan. Sedangkan potongan lainnya saat ini menjadi gunung-gunung yang menghiasi tanah Jawa. Ternyata perhitungan Narada tepat dan tanah Jawa menancap melekat tidak goyah lagi.
Setelah selesai pekerjaan yang dibebankan padanya, Betara Narada dengan bangga memberi laporan pada Betara Guru. Stabilnya pulau Jawa membuat sang Raja Kahyangan itu senang bukan kepalang. Dia ingin melihat secara langsung kondisi pulau yang tidak lagi bergoyang tersebut. Sidak Betara Guru itu didampingi langsung oleh patih kepercayaannya.
Ketika sampai di jawa, Betara Guru terbang menuju puncak gunung tertinggi. Dia berpikir pasti gunuung tertinggi itulah bekas puncak Mahameru yang diletakkan untuk menstabilkan tanah Jawa. Betara Narada pun berkata, "Bukan itu potongan puncak Mahameru, Betara Guru. Tapi gunung baratnya lagi potongan puncak hamba letakkan," ujarnya sambil menunjuk puncak gunung yang terlihat dikejauhan.
"Oh, begitu Kakang Narada ? Tapi karena gunung ini tertinggi di Jawa dan dibuat dari tanah gunung Mahameru maka saya namakan gunung tertinggi itu sebagai Gunung Semeru," timpal Betara Guru.
Mereka kemudian pergi menuju gunung yang ditunjuk oleh Betara Narada. Sesampainya digunung dimaksud, Betara Guru merasa gerah dan ingin mandi dari air yang bersumber dari gunung tersebut. Saat air penanggungan membasahi kulit Betara Guru, terasalah kesegaran yang tiada terkira. Karena itu kegiatan mandi yang dilakukan Betara Guru tidak hanya sekali. Setiap sumber air yang ditemukannya di gunung penanggungan selalu disempatkannya untuk mandi. Hingga kemudian air dari penanggungan habis dan mengering.
"dimana lagi ada air yang bisa saya buat mandi Kakang Narada ?" Tanya Betara Guru yang merasa gerah di panasnya Mayapada.
"Masih ada, Betara Guru. Tidak jauh dari gunung ini ada sumber air lagi yang tidak kalah beningnya," ucap Narada seraya melihat ke gunung yang ada di sebelah selatannya, yakni Gunung Welirang.
"Baiklah Kakang, saya akan mandi sekali lagi sebelum kita kembali ke Kahyangan Suralaya," Ujar Batara Guru. "Air gunung ini sungguh bening dan terasa segar, maka tolong diingat gunung ini saya namakan Pawitra yang artinya suci/jernih/bening" (dalam Bahasa Sansekerta), pungkas Betara Guru.
Demikianlah kisah terpesonanya Betara Guru pada air Pawitra dan juga Gunung Welirang yang ada di selatannya. Kedua gunung itu hingga kini menjadi sumber air yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitarnya. Kejernihan dan kesegarannya masih terjaga.
Info : berbagai sumber...
Komentar
Posting Komentar