AYOOO TUAN TUAN ….. !!!
KEKERASAN VERBAL ATAU KEGADUHAN VERBAL ….
( Untuk para staf kolat )
Tuan tuan …. Bangun bangun bangun !!!
Jam ditangan menunjuk pukul 5 pagi. Saat itu aku ditunjuk sebagai instruktur fisik untuk siswa peserta diklatdas pada angk yang lebih muda. Barak yang tadinya sepi, hanya suara hembusan angin diluar. Embun tebal yang masih menggantung di lembahan Burangrang, sedang cahaya mentari baru berupa guratan merah di cakrawala. Dinginnya, brrr ….. jangan ditanya dah. Lalu dalam kesunyian itu muncul kegaduhan luar biasa. Dipan dan pintu dipukul keras, bunyi brak-brak-brak, dilanjutkan dengan kegaduhan orang yang tengah bersiap.
Beberapa orang yang sudah terbangun, karena shalat subuh, tak terlalu sibuk, mereka sudah siap. Tapi bagi yang baru bangun dari tidur lelap, suara tadi membuatnya terjaga. Baju lapangan dipakai, sepatu ceko dikenakan , topi rimba jangan lupa …. Yoooo, tuan tuan ayo lari, kumpul dilapangan, sekarang !!! …. Orang yang terakhir push-up 2 seri !!!. Lalu orang-orang yang sudah terbangun, yang masih loyo, yang terkantuk-kantuk berserabutan lari ke lapangan, dengan meninggalkan bunyi derap sepatu ceko …
Pagi-pagi yang gaduh !....
Hitung sama-sama, ya satu, dua, tiga …. Demikian dalam senam lapangan. Kadang diimbuhi dengan bentakan dan hardikan …. Tuan siswa di kiri, ayo jangan loyo … hey tuan, kamu masih ngantuk ya … !!!. Ayo bangun bangun bangun ….
Setengah jam berlalu, … yo tuan-tuan ikuti saya, kita lari pagi 5 km. Berlari paling depan, menyusuri jalan kerikil di barak Situ lembang, menyisakan riuh bunyi gemeratak ketika batu kerikil tertendang pasukan.
Di ujung Cicaruk jalanan habis, dan lari pagi masuk kedalam padang alang-alang setinggi badan. Medan yang menyiksa, daun ilalang yang tajam. Embun dingin menyusup ke tulang, dan sayatan kecil dikulit yang gatelnya minta ampiiunnn !!!.
Biar enggak sepi … yo tuan-tuan kita nyanyikan lagu mars …. Lalu dalam lenguhan napas yang terengah memburu, lagu mars jadi lebih mirip dendang melayu .. he he
Pagi pagi yang hiruk pikuk …
Memulai hari dengan suara-suara keras, bahkan ketika acara senam selesai .. silahkan laporan. Lapor … siswa telah selesai mengikuti acara senam pagi …. !!!. Demikian danru melapor !
Kurang keras tuan .. ulangi laporannya !!! , dia mengulangi dengan suara lebih keras. Kurang keras .. kurang keras .. kurang keras ….. Jangan salahkan siapa siapa, ketika kata “kurang keras tuan !” , menjadi bahasa keseharian dalam setiap memberi laporan, saat bertanya, saat memberikan jawaban.
Bahkan bunyi “plak!!!” …. Tamparan 4 jari di pipi, juga bunyinya amat sangat nyaring !!!
Lalu ….
Ada apa dengan sang bunyi-bunyian tadi … ?
Apakah seperti latihan marinir ?. Kaya yang nampak di film-film holywood, yang juga penuh dengan kekerasan bunyi dan verbal ? …. Waah jangan buru buru menuduh jadi plagiat film. Walau emang bener juga, seseru apapun film, kalau enggak ada suaranya yaaa bikin ngantuk he he.
Ibu guru, mendapati para muridnya riuh dikelas. Terpaksa ibu guru berteriak … anak-anak jangan ribut … suara ibu guru ditinggikan, yang justru menambah “kegaduhan” . Anak-anak murid masih juga ribut, lalu bu guru mengetukan mistar di meja “ tok .. tok … tok” . Anak murid yang sedang riuh bercanda, mendengar bunyi mistar, mereka berpaling kearah sumber bunyi, nampak bu guru didepan kelas meminta mereka supaya berhenti ribut. Lalu kelaspun menjadi hening .
Saat ibu guru berteriak, murid masih riuh. Mereka baru sadar ketika mistar diketukan ke meja. Saat ibu guru menggunakan kata verbal, frekwensinya sama dengan keriuhan suara anak, sehingga tak ditanggapi. Tapi bunyi ketukan mistar tok-tok-tok frekwensinya berbeda, dan itu yang membuat anak murid perhatiannya tertuju pada ‘bunyi baru” tadi, yang bukan pada frekwensi percakapan biasa. Hasilnya anak-anak menjadi terjaga ( aware ) kemudian bersiaga ( allert ).
Bunyi bunyian, erat kaitannya dengan kesadaran dan indera pendengaran. Bunyi “kekerasan” dalam konteks verbal ( yang diucapkan ) tak jarang menjadi perangkat budaya dan kearifan lokal.
Contoh guyonan .. nang Solo, sepur karo truk, tabra’an bunyine … cetieewww !. Lha sa iki inyong Tegal karo Brebes, mangan krupuk wae , bunyine .. gragasz, gragasz !!! …
Yup , suara-suara tadi, membentuk sebuah sistem keyakinan primordial dalam diri setiap manusia, yang pertama dibentuk oleh kesadaran pendengarannya. Sebuah belief system tentang siapa dirinya, yang dibentuk oleh apa apa yang mereka dengar.
Tuhan, dalam kitab suci menjelaskan, bahwa kesadaran inderawi yang pertama dibuka adalah pendengaran, bahkan ketika masih dalam bentuk janin dalam rahim ibu. Tuhan juga mengajarkan Adam AS, nama-nama benda agar siap menjadi khalifah dimuka bumi. Bahkan godaan juga disampaikan melalui “bisikan di dada manusia”, dimana konteksnya adalah ucapan verbal. Bahkan ketika manusia berbicara dengan dirinya sendiri, didalam hati, namun yang keluar adalah juga bahasa verbal …. Woow aku ternyata guanteng ya , heeem si dia itu cantik lho … bisikan hati.
Kalangan bio medis juga sudah sepakat, bahwa memang indera pendengaran sudah berfungsi ketika masih berbentuk janin. Bahkan rahim merupakan ruang akustik yang luar biasa fungsinya. Sehingga banyak kalangan berpendapat, suara-suara stress dari luar bisa berakibat buruk bagi bayi. Dan sebaliknya, suara-suara lembut akan berakibat sama dalam pembentukan kepribadiannya kelak.
Sistem pendidikan, melalui cara verbal ( bunyi ) secara prinsip adalah untuk mempertanyakan ulang belief system yang selama ini digenggamnya erat-erat. Sebuah sistem keyakinan yang amat jarang di konfrontir dan dipertanyakan validitas dan keabsahannya. Sehingga tak jarang nampak seperti berkarat, akibatnya pintu pikiran menjadi sulit dibuka. Close minded, alias berfikir tertutup, menjadi hambatan utama untuk kemajuan dan pendewasaan diri. Open minded adalah ketika sang belief system tak lagi usang, namun bergerak terus, yang tetap seimbang dan harmonis namun dinamis.
Sistem pendidikan, memakai pendekatan konfrontatif dan supportif, layaknya metoda konseling psikologi client-center. Mempertanyakan bangunan keyakinan yang lama, di tes dan di validasi ulang. Perkuat jika sudah benar, tapi runtuhkan jika salah. Lalu dari reruntuhan tadi dibantu ( supportif ) untuk membangun system keyakinan baru yang lebih sesuai, bagi pertumbuhan kejiwaan dan pendewasaan dirinya.
Anak, anak …. coba selesaikan soal matematika dipapan tulis ini … , kata seorang guru. Sebagian bisa, sebagian bengong. Sampai sang guru menerangkannya didepan kelas. Belief system murid yang merasa sudah “sok bisa” dikonfrontir dan diruntuhkan. Lalu guru men support murid-muridnya agar mampu menyelesaikan masalahnya, sehingga tetap open minded.
Ujang …. Akan menjadi anak baik, kalau mau membantu ibu mengasuh adik kecil … begitu kata seorang ayah. Belief system ujang dikonfrontir, namun supportif nya disediakan, yaitu “membantu ibu”.
Pendidikan dasar pecinta alam, menganut prinsip-prinsip yang sama.
Namun dengan penekanan pada tingkat “kekerasan bunyi verbal” yang berbeda. Hal ini berbanding lurus dengan resiko yang bisa terjadi. Murid tak lulus ujian, bisa mengulang di tahun depan. Tapi bagi seorang pegiat dialam terbuka, sekali terjebak dan tersesat dalam lembah, lalu dicengkram hipotermia, maka mungkin tahun depan tak akan pernah ada. Kecuali sebuah pusara, yang ditaburi bunga, tanda dukacita dari sesama ……
Lalu pembelajaran melalui telinga menjadi segala-galanya.
Saat belief system yang nyaris berkarat, mulai di konfrontatir dengan cecaran kalimat tanya. Melalui telinga dimana pusat syahwat tersembunyi.
Warisan keyakinan masa lalu ….
Aku orang hebat dan kuat, karena geng ku banyak … aku orang penting, karena bapakku pejabat … aku orang pandai yg selalu mandapat ranking … aku orang semau gue … aku orang lemah … aku orang tak pandai bergaul … aku tak mampu …. Aku, aku, aku …. Ke “aku” an yang menjadi bekal utama. Ke-aku-an yang belasan puluhan tahun tak pernah dipertanyakan ….
Sebagian besar hal itu dimasukan melalui telinganya, melalui kata pujian atau makian dari sekitarnya. Dan dari alat inderawi yang sama pula, maka karat dalam jiwa itu mulai digedor. Kegaduhan di waktu subuh, suara keras disiang hari, hardikan di sore hari, bahkan bentakan di malam hari. Semua tujuannya sama, hanya untuk mengingatkan, bahwa alam tidak mengenal semua ke-aku-an tadi. Yang dikenali hanya mereka yang bersiap dan selalu berlatih, dengan mereka yang lalai dan abai.
Yang dikenali hanya ketika ke-aku-an tadi, nun di ujung perjalanan yang penuh dengan ketidak-pastian, lalu sadar dan bersimpuh menyerahkan diri tanpa syarat, hanya pada Dia, Yang Maha Memastikan segalanya.
Jadi ….
Bagi pak mentri, pak dirjen, bapak para akademisi, para pemegang otoritas dan kebijakan …
Jangan samakan antara kekasaran-kebrutalan verbal, dengan kekerasan bunyi dan verbal. Karena segala sesuatu seharusnya tetap dalam konteksnya ( lihat Kurt Godel ), sehingga makna substansial tidak mengabur. Jangan jadikan hal ini menjadi daftar tuduhan berikutnya, bahwa kami hanya mengajarkan kekerasan ( baca = kekasaran ) verbal.
Karena bagi kami, para pegiat alam terbuka
Sepenuhnya sadar, …
Sometimes, there’s absolutely no room for error
Yang merubah pengembaraan menjadi cerita horor
Jadi bagi pra sohib sekalian
Jangan pernah bosan, untuk tetap menciptakan kegaduhan
senantiasa berteriak lantang pada subuh yang lengang …
Tuan-tuan … pagi sudah menjelang !
Yo kita mulai singsingkan baju dilengan
Untuk menyambut masa depan
Ikuti saya .. tu ..wa ..ga.. pat .. tu.. wa…ga... pat ….
Yat Lessie
KEKERASAN VERBAL ATAU KEGADUHAN VERBAL ….
( Untuk para staf kolat )
Tuan tuan …. Bangun bangun bangun !!!
Jam ditangan menunjuk pukul 5 pagi. Saat itu aku ditunjuk sebagai instruktur fisik untuk siswa peserta diklatdas pada angk yang lebih muda. Barak yang tadinya sepi, hanya suara hembusan angin diluar. Embun tebal yang masih menggantung di lembahan Burangrang, sedang cahaya mentari baru berupa guratan merah di cakrawala. Dinginnya, brrr ….. jangan ditanya dah. Lalu dalam kesunyian itu muncul kegaduhan luar biasa. Dipan dan pintu dipukul keras, bunyi brak-brak-brak, dilanjutkan dengan kegaduhan orang yang tengah bersiap.
Beberapa orang yang sudah terbangun, karena shalat subuh, tak terlalu sibuk, mereka sudah siap. Tapi bagi yang baru bangun dari tidur lelap, suara tadi membuatnya terjaga. Baju lapangan dipakai, sepatu ceko dikenakan , topi rimba jangan lupa …. Yoooo, tuan tuan ayo lari, kumpul dilapangan, sekarang !!! …. Orang yang terakhir push-up 2 seri !!!. Lalu orang-orang yang sudah terbangun, yang masih loyo, yang terkantuk-kantuk berserabutan lari ke lapangan, dengan meninggalkan bunyi derap sepatu ceko …
Pagi-pagi yang gaduh !....
Hitung sama-sama, ya satu, dua, tiga …. Demikian dalam senam lapangan. Kadang diimbuhi dengan bentakan dan hardikan …. Tuan siswa di kiri, ayo jangan loyo … hey tuan, kamu masih ngantuk ya … !!!. Ayo bangun bangun bangun ….
Setengah jam berlalu, … yo tuan-tuan ikuti saya, kita lari pagi 5 km. Berlari paling depan, menyusuri jalan kerikil di barak Situ lembang, menyisakan riuh bunyi gemeratak ketika batu kerikil tertendang pasukan.
Di ujung Cicaruk jalanan habis, dan lari pagi masuk kedalam padang alang-alang setinggi badan. Medan yang menyiksa, daun ilalang yang tajam. Embun dingin menyusup ke tulang, dan sayatan kecil dikulit yang gatelnya minta ampiiunnn !!!.
Biar enggak sepi … yo tuan-tuan kita nyanyikan lagu mars …. Lalu dalam lenguhan napas yang terengah memburu, lagu mars jadi lebih mirip dendang melayu .. he he
Pagi pagi yang hiruk pikuk …
Memulai hari dengan suara-suara keras, bahkan ketika acara senam selesai .. silahkan laporan. Lapor … siswa telah selesai mengikuti acara senam pagi …. !!!. Demikian danru melapor !
Kurang keras tuan .. ulangi laporannya !!! , dia mengulangi dengan suara lebih keras. Kurang keras .. kurang keras .. kurang keras ….. Jangan salahkan siapa siapa, ketika kata “kurang keras tuan !” , menjadi bahasa keseharian dalam setiap memberi laporan, saat bertanya, saat memberikan jawaban.
Bahkan bunyi “plak!!!” …. Tamparan 4 jari di pipi, juga bunyinya amat sangat nyaring !!!
Lalu ….
Ada apa dengan sang bunyi-bunyian tadi … ?
Apakah seperti latihan marinir ?. Kaya yang nampak di film-film holywood, yang juga penuh dengan kekerasan bunyi dan verbal ? …. Waah jangan buru buru menuduh jadi plagiat film. Walau emang bener juga, seseru apapun film, kalau enggak ada suaranya yaaa bikin ngantuk he he.
Ibu guru, mendapati para muridnya riuh dikelas. Terpaksa ibu guru berteriak … anak-anak jangan ribut … suara ibu guru ditinggikan, yang justru menambah “kegaduhan” . Anak-anak murid masih juga ribut, lalu bu guru mengetukan mistar di meja “ tok .. tok … tok” . Anak murid yang sedang riuh bercanda, mendengar bunyi mistar, mereka berpaling kearah sumber bunyi, nampak bu guru didepan kelas meminta mereka supaya berhenti ribut. Lalu kelaspun menjadi hening .
Saat ibu guru berteriak, murid masih riuh. Mereka baru sadar ketika mistar diketukan ke meja. Saat ibu guru menggunakan kata verbal, frekwensinya sama dengan keriuhan suara anak, sehingga tak ditanggapi. Tapi bunyi ketukan mistar tok-tok-tok frekwensinya berbeda, dan itu yang membuat anak murid perhatiannya tertuju pada ‘bunyi baru” tadi, yang bukan pada frekwensi percakapan biasa. Hasilnya anak-anak menjadi terjaga ( aware ) kemudian bersiaga ( allert ).
Bunyi bunyian, erat kaitannya dengan kesadaran dan indera pendengaran. Bunyi “kekerasan” dalam konteks verbal ( yang diucapkan ) tak jarang menjadi perangkat budaya dan kearifan lokal.
Contoh guyonan .. nang Solo, sepur karo truk, tabra’an bunyine … cetieewww !. Lha sa iki inyong Tegal karo Brebes, mangan krupuk wae , bunyine .. gragasz, gragasz !!! …
Yup , suara-suara tadi, membentuk sebuah sistem keyakinan primordial dalam diri setiap manusia, yang pertama dibentuk oleh kesadaran pendengarannya. Sebuah belief system tentang siapa dirinya, yang dibentuk oleh apa apa yang mereka dengar.
Tuhan, dalam kitab suci menjelaskan, bahwa kesadaran inderawi yang pertama dibuka adalah pendengaran, bahkan ketika masih dalam bentuk janin dalam rahim ibu. Tuhan juga mengajarkan Adam AS, nama-nama benda agar siap menjadi khalifah dimuka bumi. Bahkan godaan juga disampaikan melalui “bisikan di dada manusia”, dimana konteksnya adalah ucapan verbal. Bahkan ketika manusia berbicara dengan dirinya sendiri, didalam hati, namun yang keluar adalah juga bahasa verbal …. Woow aku ternyata guanteng ya , heeem si dia itu cantik lho … bisikan hati.
Kalangan bio medis juga sudah sepakat, bahwa memang indera pendengaran sudah berfungsi ketika masih berbentuk janin. Bahkan rahim merupakan ruang akustik yang luar biasa fungsinya. Sehingga banyak kalangan berpendapat, suara-suara stress dari luar bisa berakibat buruk bagi bayi. Dan sebaliknya, suara-suara lembut akan berakibat sama dalam pembentukan kepribadiannya kelak.
Sistem pendidikan, melalui cara verbal ( bunyi ) secara prinsip adalah untuk mempertanyakan ulang belief system yang selama ini digenggamnya erat-erat. Sebuah sistem keyakinan yang amat jarang di konfrontir dan dipertanyakan validitas dan keabsahannya. Sehingga tak jarang nampak seperti berkarat, akibatnya pintu pikiran menjadi sulit dibuka. Close minded, alias berfikir tertutup, menjadi hambatan utama untuk kemajuan dan pendewasaan diri. Open minded adalah ketika sang belief system tak lagi usang, namun bergerak terus, yang tetap seimbang dan harmonis namun dinamis.
Sistem pendidikan, memakai pendekatan konfrontatif dan supportif, layaknya metoda konseling psikologi client-center. Mempertanyakan bangunan keyakinan yang lama, di tes dan di validasi ulang. Perkuat jika sudah benar, tapi runtuhkan jika salah. Lalu dari reruntuhan tadi dibantu ( supportif ) untuk membangun system keyakinan baru yang lebih sesuai, bagi pertumbuhan kejiwaan dan pendewasaan dirinya.
Anak, anak …. coba selesaikan soal matematika dipapan tulis ini … , kata seorang guru. Sebagian bisa, sebagian bengong. Sampai sang guru menerangkannya didepan kelas. Belief system murid yang merasa sudah “sok bisa” dikonfrontir dan diruntuhkan. Lalu guru men support murid-muridnya agar mampu menyelesaikan masalahnya, sehingga tetap open minded.
Ujang …. Akan menjadi anak baik, kalau mau membantu ibu mengasuh adik kecil … begitu kata seorang ayah. Belief system ujang dikonfrontir, namun supportif nya disediakan, yaitu “membantu ibu”.
Pendidikan dasar pecinta alam, menganut prinsip-prinsip yang sama.
Namun dengan penekanan pada tingkat “kekerasan bunyi verbal” yang berbeda. Hal ini berbanding lurus dengan resiko yang bisa terjadi. Murid tak lulus ujian, bisa mengulang di tahun depan. Tapi bagi seorang pegiat dialam terbuka, sekali terjebak dan tersesat dalam lembah, lalu dicengkram hipotermia, maka mungkin tahun depan tak akan pernah ada. Kecuali sebuah pusara, yang ditaburi bunga, tanda dukacita dari sesama ……
Lalu pembelajaran melalui telinga menjadi segala-galanya.
Saat belief system yang nyaris berkarat, mulai di konfrontatir dengan cecaran kalimat tanya. Melalui telinga dimana pusat syahwat tersembunyi.
Warisan keyakinan masa lalu ….
Aku orang hebat dan kuat, karena geng ku banyak … aku orang penting, karena bapakku pejabat … aku orang pandai yg selalu mandapat ranking … aku orang semau gue … aku orang lemah … aku orang tak pandai bergaul … aku tak mampu …. Aku, aku, aku …. Ke “aku” an yang menjadi bekal utama. Ke-aku-an yang belasan puluhan tahun tak pernah dipertanyakan ….
Sebagian besar hal itu dimasukan melalui telinganya, melalui kata pujian atau makian dari sekitarnya. Dan dari alat inderawi yang sama pula, maka karat dalam jiwa itu mulai digedor. Kegaduhan di waktu subuh, suara keras disiang hari, hardikan di sore hari, bahkan bentakan di malam hari. Semua tujuannya sama, hanya untuk mengingatkan, bahwa alam tidak mengenal semua ke-aku-an tadi. Yang dikenali hanya mereka yang bersiap dan selalu berlatih, dengan mereka yang lalai dan abai.
Yang dikenali hanya ketika ke-aku-an tadi, nun di ujung perjalanan yang penuh dengan ketidak-pastian, lalu sadar dan bersimpuh menyerahkan diri tanpa syarat, hanya pada Dia, Yang Maha Memastikan segalanya.
Jadi ….
Bagi pak mentri, pak dirjen, bapak para akademisi, para pemegang otoritas dan kebijakan …
Jangan samakan antara kekasaran-kebrutalan verbal, dengan kekerasan bunyi dan verbal. Karena segala sesuatu seharusnya tetap dalam konteksnya ( lihat Kurt Godel ), sehingga makna substansial tidak mengabur. Jangan jadikan hal ini menjadi daftar tuduhan berikutnya, bahwa kami hanya mengajarkan kekerasan ( baca = kekasaran ) verbal.
Karena bagi kami, para pegiat alam terbuka
Sepenuhnya sadar, …
Sometimes, there’s absolutely no room for error
Yang merubah pengembaraan menjadi cerita horor
Jadi bagi pra sohib sekalian
Jangan pernah bosan, untuk tetap menciptakan kegaduhan
senantiasa berteriak lantang pada subuh yang lengang …
Tuan-tuan … pagi sudah menjelang !
Yo kita mulai singsingkan baju dilengan
Untuk menyambut masa depan
Ikuti saya .. tu ..wa ..ga.. pat .. tu.. wa…ga... pat ….
Yat Lessie
Komentar
Posting Komentar