DEAR, MR PRESIDENT, MR MINISTERS ... IF THE ANSWER IS “PENDIDIKAN DASAR PECINTA ALAM” SO ... WHAT ARE THE QUESTIONS ?
DEAR, MR PRESIDENT, MR MINISTERS ...
IF THE ANSWER IS “PENDIDIKAN DASAR PECINTA ALAM”
SO ... WHAT ARE THE QUESTIONS ?
Sengaja ...
Saya mengadaptasi judul bukunya Pemenang Nobel Fisika, Leon M Ledermann, berjudul “ if the universe is the answer, what is the question ? .... Sebuah judul yang membuat kening berkerenyut. Ini pertanyaan mau dibawa kemana, sesungguhnya.
Kalau kata heureuynya orang sunda mah, jadi mirip teka-teki .... budak leutik ngambay peujit, jarum , naon ? .... Aki aki ragrag surak, barangbang, naon ?
Alias .... anak kecil terurai ususnya , jarum, coba tebak apa ? . Kakek kakek jatuh sambil sorak, dahan pohon tua, apa coba ? .... :D
Lantas kata orang yang denger. Jika orangnya santai bin humoris, paling ngakak. Jika pemberang kaya Aryo Penangsang, sambil merongos .... elu bikin teka teki, ape ngajak gue berantem ?...
Teka teki, dimana sang jawaban, sudah menjadi bagian dari pertanyaan. Ya panteslah jika bikin orang nyengir, atau nyinyir. Tapi mudah-mudahan para pengambil kebijakan disana, bukan kaum pemberang. Bukan dari jenis, jika dilumbung ada tikus, ya bakar saja lumbungnya sekalian. Tapi cukup tangkap sang tikus, dan biarkan lumbungnya tetap berdiri. Karena kita semua tahu, betapa sulitnya kita membikin lumbung-lumbung itu.
Entah sudah berapa jerigen keringat bercucuran. Entah sudah berapa liter darah harus mengalir. Bahkan entah berapa nyawa, harus melayang, demi agar lumbung-lumbung itu tetap berdiri tegak. Pecinta alam, pendaki gunung dan penempuh rimba, lumbung para pioneer di negeri ini. Lumbungnya para pemberani, yang siap mengambil resiko, yang siap menjalani konsekwensinya, tetap bersikap ksatria, walau kadang harus berakhir dibalik jeruji penjara.
Bapak, ibu pejabat yang terhormat ....
Ajukan pertanyaan itu .... what is your question ?
Pariwisata.
Negeri ini butuh 100.000 orang tenaga rescuer dalam seribu hari kedepan, di tahun 2019. Alangkah naifnya kalau hanya mengandalkan lembaga resmi pemerintah, untuk mencetak 100 rescuer kualified perhari. Jika hal ini diabaikan, niscaya kita kebanjiran tenaga profesional dari luar. Yang jika digabungkan dengan manajemen dan kapital, maka yang akan lahir adalah peng konsesi an seluruh wilayah negeri. Destinasi eko-wisata yang akan menjadi rajanya di dunia.
Sebutkan mesin produksi sistem pendidikan macam apa di negeri ini yang sanggup menghasilkan lulusan 100 orang tenaga rescues handal per hari ? ... adakah ?
Bela negara.
Tak bisa disalahkan, ketika banyak tokoh patriot di negeri ini mulai mempertanyakan, kemanakah gerangan larinya jiwa militan para pemuda Indonesia. Militansi macam apa, jika aktifitas mereka hanya diseputaran gedung mall. Atau ber dugem ria dalam ruang-ruang penuh gemerlap cahaya, dalam bingaran musik dari dunia belahan sana. Hidup dalam dunia fantasi dicekoki ekstasi. Dalam bayangan maya dunia tak nyata.
Padahal negeri ini butuh dijelajahi, perlu dipelajari, layak tuk diselami rimbanya, belantaranya, guanya, jeramnya, tebing dan gunung menjulangnya, kekayaan budaya dan kearifan lokalnya. Sehingga saat desah ... negeriku cintaku, negeriku ibuku, negeriku dambaku, negeriku jiwa-ragaku, ... bukan sekedar ucap saat membaca buku. Namun hasil dari realitas nyata, saat kaki melangkah menyusurinya.
Bela negara, tak cukup pemuda di masukan kebarak, dan dilatih berbaris atau upacara. Tak cukup dengan mendengar doktrin dari politikus yang konon kawakan. Tak tak hanya dengan dicekoki UUD 45, dan pancasila yang hanya jadi sekedar bahan hapalan. Cukup tahu hanya untuk lulus ujian.
Sebutkan adakah konsep bela negara, yang menghasilkan pemuda tangguh untuk mengawal negara. Yang bukan sekedar menjadi proyek bancakan semata... adakah ?
Bencana.
Semua paham, semua menyimak, semua maklum. Negeri ini ditakdirkan terletak diantara dua benua, diantara dua samudera, diantara patahan lempeng-lempeng besar kerak dunia. Konsekwensinya akan banyak tumbukan, pergeseran, patahan, kemiringan di bentang alamnya. Pada suatu momen, energinya akan dilepaskan, seraya menjadi bencana bagi masyarakat didekatnya. Kadang hanya segelintir yang kena, namun kadang duka sedemikian meraja. Saat hitungan korban melebihi jumlah jari-jari tangan.
Saat ratusan mata mencucurkan air mata. Ketika ribuan mulut melenguh dalam duka. Ketika wilayah terdampak sedemikian luas. Ketika kehancuran masif membuat kita menjadi nampak tak berdaya. Padahal anggaran lembaga dan instansi negara dibatasi dalam neraca.
Lalu adakah sistem yang bisa menggerakan bantuan dengan segera. Dikawal orang orang yang setia, yang tak hendak mengambil kucuran bantuan, biar hanya beras segenggam. Karena sadar bahwa bantuan ini milik mereka, rakyat dalam kungkungan bencana .... adakah ?
Kepemimpinan.
Dulu negeri ini bukanlah negeri para koruptor. Dimasa lalu negeri ini yang ada hanya pemimpin. Seorang yang naik karena ketokohannya. Bukan sekedar pimpinan yang naik oleh dongkrak tak kasat mata. Seseorang yang dikenal karena ahlak, prestasi dan pencapaiannya. Bukan dari jenis pimpinan yang mengandalkan pertemanan, persaudaraan, kedekatan, dinasti turunan. Dimasa itu, pemimpin beranjak dari tanah berlumpur pekat, lalu menjulang karena dukungan semua pihak. Namun dimasa kini, mereka lebih banyak datang dari langit. Bak malaikat terbang yang berbaju putih, cemerlang dihiasi wewangian ala au de cologne made in Perancis.
Padahal, bagaimana mereka bisa bicara tentang kelaparan yang melanda rakyat. Sementara mulutnya dipenuhi kunyahan makanan lezat. Bagaimana bisa bicara tentang kurangnya gizi masyarakat, jika keseharian hanya memamah makanan dari restoran, yang setidaknya berbintang empat.
Bagaimana bisa memahami arti keringat dan perjuangan rekan sesama. Saat proses panjang berliku dilalui. Ketika kerikil menghadang, saat gerimis berubah menjadi badai memporak porandakan. Namun semua hanya punya satu arti, itulah pembelajaran yang sesungguhnya. Lantas hikmah apa yang didapat, ketika jabatan yang didapat, layaknya suapan cukup dengan mulut mengangap.
Bagaimana bisa memahami arti atensi, simpati dan empati, jika sifat bawaan dalam sistem genomnya hanya mengenal sebuah kata saja, yaitu “mengambil”. Biar perut sudah kepalang buncit dan gendut, biar deposito sudah dipenuhi angka berderet deret. Biar kelicikannya sudah bukan rahasia, biar ketamakannya yang mengangkat nama. Namun syahwat kepemilikan bak kuda liar.
Lalu, bagaimanakah jiwa senantiasa “memberi” ini bisa diciptakan. Lantas bagaimana jargon living is giving and only forgiving ini bisa diaplikasikan. Dalam bentuk tindakan nyata, yang bukan sekedar memajang baligo besar bertuliskan revolusi mental.
Namun yang benar benar memahami .... theres NO PROBLEMS, ONLY SOLUTIONS .
Sistem pendidikan mana yang mampu .... adakah ?.
Ada sebuah teka teki,
Jawab dengan sebuah kata saja, dua buah pertanyaan ini. Bu, pengen makan ?, dan bu apa yang dalam lemari pakaian ? .... jawabannya keduanya hanya satu ... kemeja !
Sama dengan diatas ...
Hanya ada satu jawaban ... if the ONLY answer is “pendidikan dasar Pecinta alam” , so what are the questions ? ....
Jawaban itu nampak segede gajah, tepat berada didepan mata.
Namun sayang, mata seringkali terlampau disipitkan, seraya sibuk mencari kutu diseberang.
Namun sayang, semangat para pembakar lumbung masih dikobarkan.
Namun sayang, ketika ego sektoral masih berkumandang,
Seraya berteriak ... kalau idenya bukan dari gue ... sory dah gue matiin aje.
So Mr President, Mr Ministers ... saya masih percaya
Bapak tak hendak membakar lumbung-lumbung itu
Karena saya khawatir
Justru disanalah terletak banyak jawaban
Dari persoalan-persoalan akut
yang melanda negeri
-Yat Lessie-
IF THE ANSWER IS “PENDIDIKAN DASAR PECINTA ALAM”
SO ... WHAT ARE THE QUESTIONS ?
Sengaja ...
Saya mengadaptasi judul bukunya Pemenang Nobel Fisika, Leon M Ledermann, berjudul “ if the universe is the answer, what is the question ? .... Sebuah judul yang membuat kening berkerenyut. Ini pertanyaan mau dibawa kemana, sesungguhnya.
Kalau kata heureuynya orang sunda mah, jadi mirip teka-teki .... budak leutik ngambay peujit, jarum , naon ? .... Aki aki ragrag surak, barangbang, naon ?
Alias .... anak kecil terurai ususnya , jarum, coba tebak apa ? . Kakek kakek jatuh sambil sorak, dahan pohon tua, apa coba ? .... :D
Lantas kata orang yang denger. Jika orangnya santai bin humoris, paling ngakak. Jika pemberang kaya Aryo Penangsang, sambil merongos .... elu bikin teka teki, ape ngajak gue berantem ?...
Teka teki, dimana sang jawaban, sudah menjadi bagian dari pertanyaan. Ya panteslah jika bikin orang nyengir, atau nyinyir. Tapi mudah-mudahan para pengambil kebijakan disana, bukan kaum pemberang. Bukan dari jenis, jika dilumbung ada tikus, ya bakar saja lumbungnya sekalian. Tapi cukup tangkap sang tikus, dan biarkan lumbungnya tetap berdiri. Karena kita semua tahu, betapa sulitnya kita membikin lumbung-lumbung itu.
Entah sudah berapa jerigen keringat bercucuran. Entah sudah berapa liter darah harus mengalir. Bahkan entah berapa nyawa, harus melayang, demi agar lumbung-lumbung itu tetap berdiri tegak. Pecinta alam, pendaki gunung dan penempuh rimba, lumbung para pioneer di negeri ini. Lumbungnya para pemberani, yang siap mengambil resiko, yang siap menjalani konsekwensinya, tetap bersikap ksatria, walau kadang harus berakhir dibalik jeruji penjara.
Bapak, ibu pejabat yang terhormat ....
Ajukan pertanyaan itu .... what is your question ?
Pariwisata.
Negeri ini butuh 100.000 orang tenaga rescuer dalam seribu hari kedepan, di tahun 2019. Alangkah naifnya kalau hanya mengandalkan lembaga resmi pemerintah, untuk mencetak 100 rescuer kualified perhari. Jika hal ini diabaikan, niscaya kita kebanjiran tenaga profesional dari luar. Yang jika digabungkan dengan manajemen dan kapital, maka yang akan lahir adalah peng konsesi an seluruh wilayah negeri. Destinasi eko-wisata yang akan menjadi rajanya di dunia.
Sebutkan mesin produksi sistem pendidikan macam apa di negeri ini yang sanggup menghasilkan lulusan 100 orang tenaga rescues handal per hari ? ... adakah ?
Bela negara.
Tak bisa disalahkan, ketika banyak tokoh patriot di negeri ini mulai mempertanyakan, kemanakah gerangan larinya jiwa militan para pemuda Indonesia. Militansi macam apa, jika aktifitas mereka hanya diseputaran gedung mall. Atau ber dugem ria dalam ruang-ruang penuh gemerlap cahaya, dalam bingaran musik dari dunia belahan sana. Hidup dalam dunia fantasi dicekoki ekstasi. Dalam bayangan maya dunia tak nyata.
Padahal negeri ini butuh dijelajahi, perlu dipelajari, layak tuk diselami rimbanya, belantaranya, guanya, jeramnya, tebing dan gunung menjulangnya, kekayaan budaya dan kearifan lokalnya. Sehingga saat desah ... negeriku cintaku, negeriku ibuku, negeriku dambaku, negeriku jiwa-ragaku, ... bukan sekedar ucap saat membaca buku. Namun hasil dari realitas nyata, saat kaki melangkah menyusurinya.
Bela negara, tak cukup pemuda di masukan kebarak, dan dilatih berbaris atau upacara. Tak cukup dengan mendengar doktrin dari politikus yang konon kawakan. Tak tak hanya dengan dicekoki UUD 45, dan pancasila yang hanya jadi sekedar bahan hapalan. Cukup tahu hanya untuk lulus ujian.
Sebutkan adakah konsep bela negara, yang menghasilkan pemuda tangguh untuk mengawal negara. Yang bukan sekedar menjadi proyek bancakan semata... adakah ?
Bencana.
Semua paham, semua menyimak, semua maklum. Negeri ini ditakdirkan terletak diantara dua benua, diantara dua samudera, diantara patahan lempeng-lempeng besar kerak dunia. Konsekwensinya akan banyak tumbukan, pergeseran, patahan, kemiringan di bentang alamnya. Pada suatu momen, energinya akan dilepaskan, seraya menjadi bencana bagi masyarakat didekatnya. Kadang hanya segelintir yang kena, namun kadang duka sedemikian meraja. Saat hitungan korban melebihi jumlah jari-jari tangan.
Saat ratusan mata mencucurkan air mata. Ketika ribuan mulut melenguh dalam duka. Ketika wilayah terdampak sedemikian luas. Ketika kehancuran masif membuat kita menjadi nampak tak berdaya. Padahal anggaran lembaga dan instansi negara dibatasi dalam neraca.
Lalu adakah sistem yang bisa menggerakan bantuan dengan segera. Dikawal orang orang yang setia, yang tak hendak mengambil kucuran bantuan, biar hanya beras segenggam. Karena sadar bahwa bantuan ini milik mereka, rakyat dalam kungkungan bencana .... adakah ?
Kepemimpinan.
Dulu negeri ini bukanlah negeri para koruptor. Dimasa lalu negeri ini yang ada hanya pemimpin. Seorang yang naik karena ketokohannya. Bukan sekedar pimpinan yang naik oleh dongkrak tak kasat mata. Seseorang yang dikenal karena ahlak, prestasi dan pencapaiannya. Bukan dari jenis pimpinan yang mengandalkan pertemanan, persaudaraan, kedekatan, dinasti turunan. Dimasa itu, pemimpin beranjak dari tanah berlumpur pekat, lalu menjulang karena dukungan semua pihak. Namun dimasa kini, mereka lebih banyak datang dari langit. Bak malaikat terbang yang berbaju putih, cemerlang dihiasi wewangian ala au de cologne made in Perancis.
Padahal, bagaimana mereka bisa bicara tentang kelaparan yang melanda rakyat. Sementara mulutnya dipenuhi kunyahan makanan lezat. Bagaimana bisa bicara tentang kurangnya gizi masyarakat, jika keseharian hanya memamah makanan dari restoran, yang setidaknya berbintang empat.
Bagaimana bisa memahami arti keringat dan perjuangan rekan sesama. Saat proses panjang berliku dilalui. Ketika kerikil menghadang, saat gerimis berubah menjadi badai memporak porandakan. Namun semua hanya punya satu arti, itulah pembelajaran yang sesungguhnya. Lantas hikmah apa yang didapat, ketika jabatan yang didapat, layaknya suapan cukup dengan mulut mengangap.
Bagaimana bisa memahami arti atensi, simpati dan empati, jika sifat bawaan dalam sistem genomnya hanya mengenal sebuah kata saja, yaitu “mengambil”. Biar perut sudah kepalang buncit dan gendut, biar deposito sudah dipenuhi angka berderet deret. Biar kelicikannya sudah bukan rahasia, biar ketamakannya yang mengangkat nama. Namun syahwat kepemilikan bak kuda liar.
Lalu, bagaimanakah jiwa senantiasa “memberi” ini bisa diciptakan. Lantas bagaimana jargon living is giving and only forgiving ini bisa diaplikasikan. Dalam bentuk tindakan nyata, yang bukan sekedar memajang baligo besar bertuliskan revolusi mental.
Namun yang benar benar memahami .... theres NO PROBLEMS, ONLY SOLUTIONS .
Sistem pendidikan mana yang mampu .... adakah ?.
Ada sebuah teka teki,
Jawab dengan sebuah kata saja, dua buah pertanyaan ini. Bu, pengen makan ?, dan bu apa yang dalam lemari pakaian ? .... jawabannya keduanya hanya satu ... kemeja !
Sama dengan diatas ...
Hanya ada satu jawaban ... if the ONLY answer is “pendidikan dasar Pecinta alam” , so what are the questions ? ....
Jawaban itu nampak segede gajah, tepat berada didepan mata.
Namun sayang, mata seringkali terlampau disipitkan, seraya sibuk mencari kutu diseberang.
Namun sayang, semangat para pembakar lumbung masih dikobarkan.
Namun sayang, ketika ego sektoral masih berkumandang,
Seraya berteriak ... kalau idenya bukan dari gue ... sory dah gue matiin aje.
So Mr President, Mr Ministers ... saya masih percaya
Bapak tak hendak membakar lumbung-lumbung itu
Karena saya khawatir
Justru disanalah terletak banyak jawaban
Dari persoalan-persoalan akut
yang melanda negeri
-Yat Lessie-
Komentar
Posting Komentar