Langsung ke konten utama

MAU DIBAWA KEMANA TUJUAN KITA, NYANYI YUUK ( REDEFINISI DAN DEGRADASI MAKNA )

MAU DIBAWA KEMANA TUJUAN KITA, NYANYI YUUK
( REDEFINISI DAN DEGRADASI MAKNA )


Sekarang ini ....
Muncul trend baru, yang mempertanyakan istilah pecinta alam, atau pencinta alam. Sebenarnya sama sekali bukan baru, karena sejak dulu hal ini selalu menjadi kasus. Seperti plak yang nempel terus kaya perangko. Bahkan banyak lahir pem-bully-an, menyebut identifikasi dirinya saja sudah susah, apalagi maknanya yang lebih dalam.
Berawal dari gaya akademis, yang supaya nampak objektif ilmiah digunakan cara, kaya orang bikin makalah, skripsi, tesis dll., yaitu dengan pendekatan logis formal. Caranya dengan memecah terlebih dahulu, sebelum dimaknai satu persatu. Bahwa pecinta alam, harus diteliti bagian perbagian. Yaitu apakah “pe” atau “pen”, lalu binatang apapula itu “cinta”, dan tentu saja, alam juga butuh definisi tersendiri. Sehingga menjadi nampak susunan kronologisnya, bahwa pecinta alam adalah penggabungan arti dari pe(n) + cinta + alam. .... He he :D
Salah ? ... sama sekali tidak.
Karena sistem pendidikan kita memang menganut sistem itu. Dipecah (parsialis), diperkecil (reduksionis), lalu dianalisa (analitis) dengan menggunakan logika (rasionalistis). Disana ditentukan variabel awal, seperti subjek, pekerjaan dan objeknya. Sesuai dengan kaidah dalam bahasa Indonesia. Pendekatan logika, alias pola fikir, dengan menggunakan kecerdasan intelektual ( IQ ). Hasilnya bisa dikatakan sebagai objektif ilmiah, serta bisa dipertanggung-jawabkan. Jauh dari kemungkinan meleset, jauh pula dari resiko mendapat perlawanan dan resistensi. So its absolultely safe and secure definition.
Hanya, zaman berkembang ...
Sebuah premis menyatakan ... Sifat sistemik menjadi rusak pada waktu suatu sistem dipotong-potong baik secara fisik maupun teoretis, menjadi elemen-elemen terpisah. Meskipun kita bisa melihat bagian bagian individual dalam setiap sistem, namun hakikat keseluruhan selalu berbeda dari sekedar jumlah bagian (Dewey & Bentley, Knowing and the Known, 1949).
Dalam bahasa yang lain, premis ke 6 dari Karl Pribram tentang Holographic Universe, menyatakan bahwa .... makna keseluruhan selalu lebih besar dari penjumlahan bagian ...
Ambil contoh nyata ...
Untuk mendapatkan arti mobil, urai menjadi bagian bagiannya. Lalu beri arti perbagian, setir adalah, mesin adalah, jok adalah, chasis adalah, dst. Jadi mobil adalah setir+mesin+jok+chasis + anu + anu + anu. Apakah penjumlahan barusan bisa menunjukan kembali makna mobil yang sesungguhnya, atau jangan-jangan hanya jadi tumpukan spare-parts yang kehilangan bentuk fitrahnya.
Makna mobil lebih besar dari sekedar tumpukan penjumlahan spare-parts (premis ke 6), dan sifat sistemik mobil menjadi hilang saat dipecah kedalam bagian-bagian, baik secara fisik, maupun fungsi dan peranannya.
Mobil jelas bukan penjumlahan spare parts. Dengan kata lain, makna ultima mobil bukan hasil penjumlahan fungsi dibawahnya, atau bottom – up. Namun sebaliknya, mobil menjadi penyandang makna awal, yang lain justru hanya turunannya. Mobil adalah sang konteks, sedang spare parts menjadi teks yang diberi arti. Bukan jok, tapi jok mobil. Bukan mesin, tapi mesin mobil. Kata “mobil” menjadi pemberi makna konteskstualnya.
Indonesia bukan penjumlahan dari majapahit, pajajaran, sriwijaya, syailendra, mataram, dsb. Karena jika dijumlahkan, yang terjadi bisa peperangan. Indonesia hanya bisa disatukan oleh majapahit yang indonesia, pajajaran yang indonesia, sriwijaya yang indonsesia. Sumatera yang indonesia, jawa yang indonesia ... Indonesia adalah konteks, teks bisa pulau, bisa kerajaan jaman dahulu, bisa adat budaya setempat, dsb.
Dengan kata lain, mencoba mencari makna ultima melalui pendekatan penjumlahan, sampai kapanpun tak akan pernah tercapai. Contoh “orang barat”, jelas bukan orang yang berasal dari barat, namun sebuah sistem nilai yang dikembangkan di dunia barat. Sama dengan “orang bandung”, bukan penjumlahan dari penduduk yang tinggal di Bandung, namun sebuah wakil dari budaya dan nilai nilai kultural yang terkolektifkan dalam masyarakat sunda.
Alangkah naifnya, jika sang saka dwiwarna, lalu dipersepsi hanya dua lembar kain yang berwarna dua. Bisa merah dan biru lalu jadilah barcelona. Atau biru dan kuning jadi team Brazilia. Karena tak satupun yang menunjukan bahwa dua warna tadi adalah merah dan putih.
Suka atau tidak, itulah hasil dari pendekatan yang murni logika. Yang murni memakai analisa rasional, yang lalu menjadi salah kaprah, padahal kan tadinya mau objektif ilmiah.
Padahal ....
Selain ada analisa yang memecah, juga ada sintesa yang menyatukan. Selain ada parsialis-reduksionis, juga ada makna integratif. Selain ada logis rasionalis, ada juga rasa dan intuisi.
Orang barat, orang bandung, sang dwiwarna, dll., hanya bisa dipahami bukan oleh logika, namun menggunakan rasa dan intuisi. Jikapun dipaksakan hanya akan menghasilkan kedangkalan makna. Jauh dari arti substansial kesejatiannya. Orang sunda bilang, cul dog dog tinggal igel. Tarian yang kehilangan musik, lalu bergerak seperti yang kesurupan ... he he
Pecinta alam adalah sekelompok manusia. Bukan dalam pengertian orang + orang + orang = sekelompok orang. Namun sebaliknya, kata itu sudah mewakili sebuah nilai tersendiri. Seperti ungkapan orang Bandung, orang Betawi asli, dll., yang mencirikan sebuah nilai dan budaya tersendiri, dan bukan dalam pengertian dipecah seperti orang + bandung. Pecinta alam adalah konteksnya, sedang teks yang menjadi turunannya bisa beragam. Nilai nilai ke pecinta alaman itulah yang memberi makna pada pe(n), cinta dan alam. Dengan melalui sudut dan cara pandang (paradigma) yang sesuai dengan kaidah-kaidah nilai kultural dalam ke pecinta alaman itu sendiri. Bukan kaidah yang dipaksakan dari luar.
Seperti mobil ferari, maka setirnya juga menjadi setir mobil ferari. Bukan yang penting setir, mau setir traktor atau pesawat terbang, hanya gara gara menurut pada kamus A kamus B dst. Harus kalimantan yang Indonesia, bukan asal pulau Kalimantan, karena disana juga ada Malaysia dan Brunei.
SAR yang SAR mandiri ala PA, bukan pegawai bayaran ala Basarnas. Konservasi alam ala PA, bukan versi dinas atau departemen kehutanan, atau mengacu pada ormas dan LSM lingkungan lainnya. Pendidikan dasar yang berciri tersendiri, bukan ala institusi pendidikan formal. Kegiatan kepemudan yang berciri PA yang khas, bukan organisasi kepemudaan yang dijamin oleh GBHN.
Konflik akan terjadi, ketika pandangan “umum” tadi, dipaksakan masuk. Padahal ada perbedaan yang signifikan, baik dari sisi kualifikasi, kompetensi, posisi di masyarakat, visi dan missi nya. Karena kita berbeda dalam proses dan pengalaman realitas, berbeda pula cara untuk mempersepsi dan internalisasinya.
Yakin ....
Kalau semua pandangan umum tadi diangguki. Kalau Pecinta alam diterjemahkan hanya memakai kamus standar bahasa Indonesia yang baku. Yang terjadi adalah kesalah kaprahan disemua tingkatan.
Alam adalah ibu kita sendiri, our mother nature. Mencintai alam, berarti mencintai ibu sendiri. Wah jangan jangan jadi mirip Sangkuriang, jatuh cinta dan berhasrat seksual pada ibunya, alias anak yang durhaka.
Jika SAR ala instansi, maka gerakan operasi hanya akan dilaksakan, jika ada pos anggarannya dulu. Kagak ada anggaran mah, ya diem saja lah.
Jika konservasi ala dinas, maka yang terjadi adalah transaksi, mau dibayar berapa untuk setiap anak pohon yang ditanam ?.
Jika pendidikan ala lembaga, resiko dijauhi, kekerasan verbal di haramkan, lalu semua kata komando dirubah menjadi .... jama’aaah , turun tebring , eh terbing, eh tebing yuuuuk ..
Lalu PA sebagai assets nasional bagi pendidikan karakter generasi muda bangsa ini akan punah dan menghilang. Karena para pengambil keputusan di pusat kekuasaan hanya puas dengan jargon “revolusi mental” yang entah darimana, mau kemana, sedang apa ? ... entah .
PA akan meredup, hanya karena sebuah gaya. Demi mengejar objektifitas ilmiah yang salah kaprah, dengan menerapkan metoda tidak secara proporsional. Seraya menganggap logika adalah raja dari segala raja nya pemikiran. Lalu redefinisi menjadi malapetaka degradasi sang makna.
Tinggal sebuah senandung Armada dalam sepi ....
Mau dibawa kemana tujuan kita
Jika kau terus menunda nunda
Eng ing eng ing eng ing eeeeng.




-Yat Lessie-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makam di Pasar Dieng Gunung Arjuno

SEJARAH Konon, Arjuna pernah melakukan pertapaan di sebuah gunung dengan sangat khusyuk selama berbulan-bulan. Kemudian tubuhnya mengeluarkan sinar dan memiliki kekuatan yang luar biasa, hingga membuat Kahyangan kacau. Kawah Condrodimuko menyemburkan laharnya, bumi berguncang, petir menggelegar di siang hari, hujan turun dan menimbulkan banjir, dan gunung tempat Arjuna bertapa terangkat ke langit. Para Dewa yang khawatir, maka melakukan tindakan untuk menghentikan pertapaan dari Arjuna tersebut. Kemudian Batara Ismaya diturunkan ke bumi dengan menjelma menjadi Semar. Dengan kesaktiannya, Semar memotong puncak gunung tempat Arjuna bertapa dan melemparkannya ke tempat lain. Kemudian Arjuna terbangun dari pertapaannya dan mendapat nasehat dari Semar untuk tidak melakukan pertapaan lagi. Kemudian tempat pertapaan tersebut disebut Gunung Arjuna, dan potongannya diberi nama Gunung Wukir. Gunung arjuno adalah gunung yang terletak di Jawa Timur, tepatnya di d

Pondokan - Gunung Arjuno Welirang

Pondokan - Gunung Arjuno Welirang    Tempat ini Bernama Pondokan, yaitu tempat berteduhnya para penambang belerang gunung welirang, Setiap kita mendaki gunung arjuno-Welirang via Tretes pasti singgah di tempat ini, entah cuma sekedar istrahat ataupun mendirikan tenda. Para penambang belerang inilah pendaki sejati menurutku, karena mereka setiap hari naik gunung welirang dan turun dengan membawa beban 1 atau 2 karung belerang dengan gerobak,padahal jalanya berbatu yang dimana saya bawa cariel aja kesusahan,mereka menempuh perjalanan skitar 4 jam untuk naik dan 2.5jam untuk turu. kalau ke arjuna atau ke welirang cobalah untuk singgah dan bercengkrama dengan para penambang disini mereka cukup ramah, banyak pelajaran hidup yang saya dapat ketika berinteraksi dengan mereka. mereka naik pada hari senin, dan turun pada hari jum'at untuk bertemu keluarga, selama 5 hari tersebut mereka bertahan oleh dinginya udara gunung dan mereka naik turun gunung welirang, unt

JENIS-JENIS GUA

JENIS-JENIS GUA Jenis-jenis gua ini ada beberapa macam yang dapat ditemukan di muka bumi ini. Baik alamiah maupun artifisial. Pembagian dari jenis-jenis gua tersebut adalah: A. Gua Alamiah. Gua ini terbentuk dari proses fisis kan kemis di alam. Gua ini memiliki bentuk yang sangat beragam. Gua alamiah ini antara lain berdasarkan batuan penyusunnya yaitu: a. Karst (Kapur) Bentuk akibat terjadinya peristiwa pelarutan beberapa jenis batuan akibat aktifitas air hujan dan air tanah, sehingga tercipta lorong-lorong dan bentukanbatuan yang sangat menarik akibat proses kristalisasi dan pelarutan batuan tersebut. Gua karst yang terjadi dalam kawasan batu gamping adalah yang paling sering ditemukan (70 % dari seluruh gua di dunia). Diperkirakan wilayah sebaran karst batu gamping RRC adalah yang terluas di dunia. Gua karst lainnya terdiri dari gypsum (banyak di AS), halite / garam NaCl dan KCl (banyak di Rusia, Rumania, Hongaria) dan dolomite (banyak di Eropa Barat) b. G