BENARKAH ?
GURU / INSTRUKTUR YANG BAIK ADALAH MEREKA YANG …..
Yang bisa …..
membuat murid-murid, yang lebih baik dari dirinya sendiri ….. !
Pelatih yang mumpuni, adalah pelatih yang mampu anak-anak didiknya, lebih terampil dari dirinya sendiri. Sama saja, sami mawon …. Dan konon itulah stigma yang terus menerus dilekatkan pada mereka, yang menyandang predikat selaku guru, pelatih, instruktur, trainer, senpai, dll. Kemudian mendapatkan anggukan koletif dari masyarakat disekitarnya.
Guru yang baik adalah guru yang mampu memotivasi para siswanya, untuk terus belajar, terus berlatih, terus mempersiapkan diri, terus membaca buku, terus mencari ilmu . Memberi motivasi bahwa bintang dilangit, diadakan Tuhan semata mata untuk digapai. Seperti bulan di orbit bumi hanya ada untuk disambangi para astronot. Layaknya puncak Himalaya di wilayah dead-zone, hanya ada semata mata untuk didaki dan diduduki ….
Guru yang baik, layaknya para pelatih tinju atau beladiri lainnya. Mantan petinju yang lalu membina anak asuhnya, sehingga bukan hanya mengalahkan pelatih, namun bisa menjadi juara juara di wilayahnya masing masing. Itulah guru yang baik. Jadi sekali lagi salut, hormat dan respek bagi mereka, yang dengan cucuran keringat, tenaga , materi, mampu menghasilkan anak-anak bangsa yang berprestasi.
Guru yang baik, tak ubahnya para guru di TK, SD, SLTP, SLTA bahkan universitas. Sanggup menciptakan murid atau mahasiswanya, menjadi para sarjana, doktor bahkan profesor. Sementara sang guru sendiri, tetap saja layaknya Oemar Bakri, tokoh cerita Iwan fals saat bernyanyi
Ada yang salah ? … tentu tidak !
Namun sebentar ……
Semua yang diungkap diatas, variabel yang diukur semua dalam bentuk “RESULT” alias dalam bentuk hasil akhirnya saja. Peribahasa diatas, menjadi benar, ketika guru yang hanya lulusan SPG, lulusan D1 atau S1, namun bisa menghasilkan murid dengan predikat S3 kelak.
Guru tadi berhasil memotivasi anak-anak didiknya untuk terus belajar. Pekerjaan “memotivasi” adalah wilayah proses, seperti juga konsep pendidikan. Adapun result hanyalah konsekwensi dari sebuah pencapaian pada sebuah titik dalam ruang – waktu.
Peribahasa diatas , bisa diganti dengan kalimat …. Guru yang baik, adalah guru yang “membiarkan dirinya” tersusul oleh murid-muridnya, sehingga menjadi lebih pandai dari dirinya sendiri … !!!
Dengan kata lain, guru yang mampu memberi motivasi pada orang lain, namun dia GAGAL memotivasi dirinya sendiri untuk terus belajar.
Itu hanya bisa terjadi saat seorang guru, sudah merasa menjadi orang yang TERLATIH, sehingga kata-kata untuk TERUS BERLATIH, hanya sesuai untuk orang orang disekelilingnya, namun tidak pada dirinya sendiri. Padahal pendidikan adalah sebuah proses, dan bukan sekedar result. Pendidikan hanya melahirkan individu yang senantiasa berlatih ( proses ), seraya menghindarkan pemikiran diri yang sudah terlatih (result ). Bahkan klaim sebagai diri yang sudah terlatih, justru sebodoh-bodohnya konsep dalam dunia belajar-mengajar.
Dulu, orang berfikir, mereka yang pergi kedokter dikatakan sebagai pasien. Yaitu selaku mahluk yang dijadikan objek sang dokter untuk diteliti dibawah kaca mikroskop. Pasien adalah mahluk lemah inferior, yang harus dididik oleh para dokter superior, yang mengklaim sudah terdidik dalam bidang kesehatan. Seperti ungkapan Freud saat meneliti pasiennya, dimana ilmu psiko-analisa digunakan bak pisau bedah yang dingin, untuk menguliti dan membedah para pasiennya.
Padahal, semua orang tahu. Yang paling paham rasa buah apel, adalah mereka yang memakannya. Yang paling tahu sakitnya HIV AIDS adalah mereka yang mengalaminya sendiri, dan bukan para dokter yang super sehat. Yang paling tahu tentang galau, adalah mereka yang patah hati, bukan para psikolog yang beristri cantik, berumah mewah dan punya anak-anak sehat serta lucu. Yang paling tahu tentang rasa lapar, adalah mereka yang makan sehari sekali. Bukan para wakil rakyat yang duduk dikursi empuk di gedung-gedung tinggi majelis nagari.
Kesadaran itu muncul belakangan ….
Mereka yang datang ke dokter, ke konselor, ke psikolog, bukan pasien, namun KLIEN. Pertemuan diantara keduanya bukan menghadapkan si superior versus si inferior, namun pertemuan dua akal dan dua hati untuk saling berbagi. Keduanya dalam konsep kesetaraan, klien belajar dari dokter ( docere = yang menunjukan jalan sehat , yunani ). Sementara dokter belajar dari para kliennya, tentang rasa sakit yang diderita. Sehingga tak perlu dokter mengalami dulu berpenyakit AIDS, herpes, Lupus, patah kaki, keseleo leher dll., untuk bisa mempersepsi dan memahami lebih jauh tentang penyakit itu. Cukup dengan mendengar cerita dari para kliennya.
Dunia pengobatan sadar, konsep tertinggi dari pengobatan adalah self-healing, mengobati dirinya sendiri. Konsep tertinggi dari pendidikan adalah self-educating. Semuanya hanya membutuhkan satu modal saja, yaitu self motivation-building. Sementara selebihnya hanya berupa alat dan sarana saja, tak kurang dan tak lebih.
Motivasi adalah proses terus menerus tak kenal henti, sementara result hanya pencapaian sesaat. Sama seperti belajar dan mendidik diri untuk terus berlatih, juga proses. Sehingga klaim sudah terdidik menjadi tidak valid dalam dunia diklat.
Artinya …..
Guru, yang bisa membuat murid lebih pandai dari dirinya, sama saja dengan guru yang menyuruh muridnya untuk terus belajar, sementara dia sendiri dibekukan dalam stagnasi kesadaran. Membiarkan dirinya terjebak dalam sebuah mental looping, lalu menyerah pada anggukan kolektif yang konon… dia guru yang baik, hanya karena muridnya lebih baik.
Padahal, jika pendidikan adalah sebuah proses, dimana motivasi menjadi landasan utamanya. Maka guru yang baik adalah guru yang bisa memotivasi muridnya untuk belajar. Tetapi sebelumnya, motivasi itu ditanamkan dahulu pada dirinya sendiri dengan konsisten dan konsekwen.
Dalam result mungkin berbeda. Guru tetap seorang guru yang hanya lulusan diploma, murid bisa sampai doktor s3.
Namun dalam motivasi untuk terus belajar, sang guru menjadi jawaranya.
Sehingga sah, dalam KONTEKS MOTIVASI ……
Guru yang baik,
adalah guru yang tidak pernah membiarkan dirinya
tersusul oleh murid-muridnya.
Hanya karena dia sadar,
Bahwa tidak ada yang terlatih
Melainkan hanya mereka yang selalu berlatih
Hanya karena dia paham
Jika dia menyuruh belajar 1000 hal kepada muridnya
Maka dia belajar tentang 2000 hal lainnya ….
Hanya karena dia menolak mitos
Guru kencing berdiri, murid kencing berlari
Lalu mengubahnya menjadi …
Guru dan murid …..
Ayooo, sambil kencing,
mari kita adu lari sprint …. He he
Yat Lessie
GURU / INSTRUKTUR YANG BAIK ADALAH MEREKA YANG …..
Yang bisa …..
membuat murid-murid, yang lebih baik dari dirinya sendiri ….. !
Pelatih yang mumpuni, adalah pelatih yang mampu anak-anak didiknya, lebih terampil dari dirinya sendiri. Sama saja, sami mawon …. Dan konon itulah stigma yang terus menerus dilekatkan pada mereka, yang menyandang predikat selaku guru, pelatih, instruktur, trainer, senpai, dll. Kemudian mendapatkan anggukan koletif dari masyarakat disekitarnya.
Guru yang baik adalah guru yang mampu memotivasi para siswanya, untuk terus belajar, terus berlatih, terus mempersiapkan diri, terus membaca buku, terus mencari ilmu . Memberi motivasi bahwa bintang dilangit, diadakan Tuhan semata mata untuk digapai. Seperti bulan di orbit bumi hanya ada untuk disambangi para astronot. Layaknya puncak Himalaya di wilayah dead-zone, hanya ada semata mata untuk didaki dan diduduki ….
Guru yang baik, layaknya para pelatih tinju atau beladiri lainnya. Mantan petinju yang lalu membina anak asuhnya, sehingga bukan hanya mengalahkan pelatih, namun bisa menjadi juara juara di wilayahnya masing masing. Itulah guru yang baik. Jadi sekali lagi salut, hormat dan respek bagi mereka, yang dengan cucuran keringat, tenaga , materi, mampu menghasilkan anak-anak bangsa yang berprestasi.
Guru yang baik, tak ubahnya para guru di TK, SD, SLTP, SLTA bahkan universitas. Sanggup menciptakan murid atau mahasiswanya, menjadi para sarjana, doktor bahkan profesor. Sementara sang guru sendiri, tetap saja layaknya Oemar Bakri, tokoh cerita Iwan fals saat bernyanyi
Ada yang salah ? … tentu tidak !
Namun sebentar ……
Semua yang diungkap diatas, variabel yang diukur semua dalam bentuk “RESULT” alias dalam bentuk hasil akhirnya saja. Peribahasa diatas, menjadi benar, ketika guru yang hanya lulusan SPG, lulusan D1 atau S1, namun bisa menghasilkan murid dengan predikat S3 kelak.
Guru tadi berhasil memotivasi anak-anak didiknya untuk terus belajar. Pekerjaan “memotivasi” adalah wilayah proses, seperti juga konsep pendidikan. Adapun result hanyalah konsekwensi dari sebuah pencapaian pada sebuah titik dalam ruang – waktu.
Peribahasa diatas , bisa diganti dengan kalimat …. Guru yang baik, adalah guru yang “membiarkan dirinya” tersusul oleh murid-muridnya, sehingga menjadi lebih pandai dari dirinya sendiri … !!!
Dengan kata lain, guru yang mampu memberi motivasi pada orang lain, namun dia GAGAL memotivasi dirinya sendiri untuk terus belajar.
Itu hanya bisa terjadi saat seorang guru, sudah merasa menjadi orang yang TERLATIH, sehingga kata-kata untuk TERUS BERLATIH, hanya sesuai untuk orang orang disekelilingnya, namun tidak pada dirinya sendiri. Padahal pendidikan adalah sebuah proses, dan bukan sekedar result. Pendidikan hanya melahirkan individu yang senantiasa berlatih ( proses ), seraya menghindarkan pemikiran diri yang sudah terlatih (result ). Bahkan klaim sebagai diri yang sudah terlatih, justru sebodoh-bodohnya konsep dalam dunia belajar-mengajar.
Dulu, orang berfikir, mereka yang pergi kedokter dikatakan sebagai pasien. Yaitu selaku mahluk yang dijadikan objek sang dokter untuk diteliti dibawah kaca mikroskop. Pasien adalah mahluk lemah inferior, yang harus dididik oleh para dokter superior, yang mengklaim sudah terdidik dalam bidang kesehatan. Seperti ungkapan Freud saat meneliti pasiennya, dimana ilmu psiko-analisa digunakan bak pisau bedah yang dingin, untuk menguliti dan membedah para pasiennya.
Padahal, semua orang tahu. Yang paling paham rasa buah apel, adalah mereka yang memakannya. Yang paling tahu sakitnya HIV AIDS adalah mereka yang mengalaminya sendiri, dan bukan para dokter yang super sehat. Yang paling tahu tentang galau, adalah mereka yang patah hati, bukan para psikolog yang beristri cantik, berumah mewah dan punya anak-anak sehat serta lucu. Yang paling tahu tentang rasa lapar, adalah mereka yang makan sehari sekali. Bukan para wakil rakyat yang duduk dikursi empuk di gedung-gedung tinggi majelis nagari.
Kesadaran itu muncul belakangan ….
Mereka yang datang ke dokter, ke konselor, ke psikolog, bukan pasien, namun KLIEN. Pertemuan diantara keduanya bukan menghadapkan si superior versus si inferior, namun pertemuan dua akal dan dua hati untuk saling berbagi. Keduanya dalam konsep kesetaraan, klien belajar dari dokter ( docere = yang menunjukan jalan sehat , yunani ). Sementara dokter belajar dari para kliennya, tentang rasa sakit yang diderita. Sehingga tak perlu dokter mengalami dulu berpenyakit AIDS, herpes, Lupus, patah kaki, keseleo leher dll., untuk bisa mempersepsi dan memahami lebih jauh tentang penyakit itu. Cukup dengan mendengar cerita dari para kliennya.
Dunia pengobatan sadar, konsep tertinggi dari pengobatan adalah self-healing, mengobati dirinya sendiri. Konsep tertinggi dari pendidikan adalah self-educating. Semuanya hanya membutuhkan satu modal saja, yaitu self motivation-building. Sementara selebihnya hanya berupa alat dan sarana saja, tak kurang dan tak lebih.
Motivasi adalah proses terus menerus tak kenal henti, sementara result hanya pencapaian sesaat. Sama seperti belajar dan mendidik diri untuk terus berlatih, juga proses. Sehingga klaim sudah terdidik menjadi tidak valid dalam dunia diklat.
Artinya …..
Guru, yang bisa membuat murid lebih pandai dari dirinya, sama saja dengan guru yang menyuruh muridnya untuk terus belajar, sementara dia sendiri dibekukan dalam stagnasi kesadaran. Membiarkan dirinya terjebak dalam sebuah mental looping, lalu menyerah pada anggukan kolektif yang konon… dia guru yang baik, hanya karena muridnya lebih baik.
Padahal, jika pendidikan adalah sebuah proses, dimana motivasi menjadi landasan utamanya. Maka guru yang baik adalah guru yang bisa memotivasi muridnya untuk belajar. Tetapi sebelumnya, motivasi itu ditanamkan dahulu pada dirinya sendiri dengan konsisten dan konsekwen.
Dalam result mungkin berbeda. Guru tetap seorang guru yang hanya lulusan diploma, murid bisa sampai doktor s3.
Namun dalam motivasi untuk terus belajar, sang guru menjadi jawaranya.
Sehingga sah, dalam KONTEKS MOTIVASI ……
Guru yang baik,
adalah guru yang tidak pernah membiarkan dirinya
tersusul oleh murid-muridnya.
Hanya karena dia sadar,
Bahwa tidak ada yang terlatih
Melainkan hanya mereka yang selalu berlatih
Hanya karena dia paham
Jika dia menyuruh belajar 1000 hal kepada muridnya
Maka dia belajar tentang 2000 hal lainnya ….
Hanya karena dia menolak mitos
Guru kencing berdiri, murid kencing berlari
Lalu mengubahnya menjadi …
Guru dan murid …..
Ayooo, sambil kencing,
mari kita adu lari sprint …. He he
Yat Lessie
Komentar
Posting Komentar