MENGHINDARI RADIKALISME KAMPUS ...
Bledug ... !!!
Di Surabaya dibeberapa lokasi bom mbledug. Di usut ternyata pelaku alumni sebuah institut terpandang di kota itu. Segera saja tudingan menunjuk, di kampus-kampus sudah terjadi penyemaian paham paham radikalisme. Yang tentu saja segera ditolak oleh pak Rektornya.
Kemaren malem di tv disiarkan. Kasus penyerangan di Polda Riau, pengusutan membawa ke sebuah universitas. Eduannya, konon bahkan bom dirakit di gelanggang mahasiswa sebuah fakultas di dalam lokasi kampus.
Sudah sejak lama, kampus dituding menjadi sarang berkembangnya paham radikalisme ini. Pihak pihak tertentu, dengan sengaja menggunakan jiwa idealisme mahasiswa yang masih muda dan fresh ini untuk kepentingan pergerakan kaum radikal. Sekalipun pemegang otoritas di kampus juga sudah berusaha mati-matian untuk menghilangkan stigma yang kadung melekat.
Radikalisme mestinya tidak kompatible dengan kehidupan kampus. Dunia kampus mestinya memberikan pandangan terbuka dengan metoda dialektismenya. Radikalis adalah sebuah pemahaman ekstrim, dimana kebenaran hanya ada di satu sisi saja, dan tidak dengan pihak yang lain. Seperti kiri dan kanan, keduanya eksis secara berbarengan dan kompatibel serta saling mengisi secara harmonis. Namun ekstrim kiri dan kanan yang radikalis, merasa eksis jika pihak oposisi sebagai pihak yang salah dimusnahkan dari muka bumi.
Aku yang baik, yang lain buruk. Aku yang benar, yang lain salah. Aku yang calon surga, yang lain golongan kafir murtadin munafikun yang hanya layak jadi penghuni neraka. Aku yang nasionalis sedang yang lain hanya separatis. Dualisme ekstrim yang dihadapkan secara oposisional diametral dalam panggung eksistensialisme. Seperti ekstrim kiri yang eksis, jika dan hanya jika kanan dimusnahkan.
Sebuah cara pandang kacamata kuda, yang mengharamkan adanya opsi cara fikir lain. Yang menafikan adanya perbedaan dan keragaman. Yang mestinya sangat tidak kompatibel dengan dunia kampus. Dunia pendidikan yang membuka ruang-ruang dan cakrawala berfikir nan dialektik. Yang melihat bahwa kebenaran hari ini, namun belum tentu besok. Dimana opsinya bisa runtuh, tetap, atau bisa bertambah kuat.
Saat para mahasiswa menyusun makalah ilmiah, skripsi, tesis atau desertasi, selalu ada daftar pustaka. Sebuah pendapat dari sebuah buku, harus juga menyertakan pendapat pihak yang lainnya, sebelum menyatakan pendapatnya sendiri. Kata si A, si B, si C si D, baru kata saya. Tidak bisa kata si A saja, atau si B saja, apalagi kata gue doang, yang kadang nihil dengan referensi sebelumnya.
Radikalisme cenderung meniadakan opsi-opsi ini, sehingga bersifat kacamata kuda. Pikiran ditekuk sehingga menjadi taklid buta, dan mirip burung beo yang hanya bisa mengangguk-angguk.
Jadi aneh bin ajaib, dalam dunia pendidikan yang open minded, radikalisme yang cenderung close-minded justru bisa tumbuh. Dunia pendidikan yang menggugah orang untuk bersikap moderat ilmiah, justru melahirkan jiwa jiwa fatalis yang ekstrim.
Kecuali ...
Dunia pendidikan itu sendiri, diam diam bersikap radikal !!!.
Pengertiannya adalah, para pemegang otoritas dunia pendidikan berfikir dan menganggap bahwa pendidikan hanyalah bisa diberikan dalam ruang-ruang sekolah. Yang dibatasi oleh dinding putih, papan tulis, dosen, buku materi pelajaran, jadwal kuliah dan ujian. Diluar itu tidak ada yang namanya pendidikan. Sehingga kalau ingin disebut sebagai orang yang berpendidikan, opsinya hanya satu, yaitu ... GET IN THE BOX !!!
Radikalisme pendidikan, bahwa kalau ingin menjadi mahasiswa pintar, cukup kegiatan dirumah dan kampus saja. Radikalisme pemikiran bawa kecerdasan di ukur oleh berapa tinggi nilai IP anda. Seberapa cepat anda selesai kuliah dan menjadi sarjana, untuk segera mencari kerja ditempat basah, lalu kumpulkan deposito layaknya gunungan emas. Tak peduli dengan caranya, apakah halal atau tidak. Tak pernah terpikirkan bahwa para koruptor kelas kakap itu ternyata berasal dari kaum teknokrat yang menjadi birokrat, yang notabene produk dari sistem pendidikan tinggi itu sendiri.
Radikalisme cara pandang, bahwa jika sebuah kampus ingin menjadi institusi yang terpandang, seraya akan menghasilkan pemasukan keuangan, adalah jika mahasiswanya aktif untuk ikut dalam lomba ilmiah mahasiswa. Semakin banyak yang ikut, maka indeks prestasi mahasiswa otomatis akan naik. Apalagi jika menjadi pemenangnya. Mereka perlahan didesain untuk menjadi seorang spesialis. Karena harga seorang spesialis dalam bidang apapun, sangat mahal. Ujungnya, lagi lagi duitttt !!!
Radikalisme mahasiwa yang tumbuh dalam radikalisme dunia pendidikan. Sama sama berkacamata kuda. Sama sama enggan mencari opsi. Saat keduanya di versus kan, maka ekstrim kanan akan menjadi eksis, jika ekstrim kiri dimusnahkan. Dan begitu sebaliknya. Lalu apakah pemusnahan menjadi satu satu opsi ?. Ya, jika berfikir radikalis yang close-minded.
Untungnya ...
Tidak semua pemegang otoritas di dunia pendidikan berfikir radikal. Tak semua rektor atau kepala sekolah yang berfikir ekstrim.
Diantara segelintir kecil ini, masih ada yang berfikir, bahwa pendidikan tidak hanya dibatasi oleh dinding kelas. Mereka percaya dengan adanya “classes without wall”. Mereka yakin bahwa pembangunan karakter dan kejiwaan seseorang bukan dengan cara di “hard-skill” kan, namun harus dengan metoda “going into the object it self”. Sebuah proses imersion learning, OUT OF THE BOX bahkan ketika mereka masih menjadi seorang mahasiswa.
Proses pendidikan soft-skills dengan mengalami pengalaman realitasnya secara langsung. Yang membuat mereka menjadi sadar sepenuhnya, bahwa keragaman atau hetero-kultur adalah dasar dari keberlangsungan eksistensial sang kehidupan itu sendiri. Bahwa opsi berfikir terbuka ( open minded ) adalah fondamen untuk proses dialektika kognitif yang semakin mencerdaskan. Kelak akan berujung pada hikmah kebijaksanaan, dalam memandang setiap realitas dan kejadian.
Sebaliknya, pandangan radikal yang hanya membenarkan sebuah opsi saja, bersifat mono-kultur yang ujungnya adalah fatalisme pemusnahan ketika dihadapkan pada radikalisme yang lainnya. Pandangan kacamata kuda tidak mencerdaskan siapapun. Ekstrimisme justru lahir dari stagnasi kecerdasan, alias pembodohan yang berhenti berproses secara dialektis.
Di Bandung ...
Ada perguruan tinggi, dimana sang rektor sudah membekukan UKM Mapala nya, selama 5 tahun lebih. Artinya dibubarkan secara tak langsung. Pa rektor berfikir radikal, universitasnya akan eksis jika Mapala nya dimusnahkan , layaknya ekstrim kiri yang menhancurkan ekstrim kanan.
Tapi di Bandung pula ...
Ada rektor, yang mengantar para mahasiwa dan mahasiswinya yang tergabung dalam organisasi Mapala, untuk berjuang di alam sana. Dalam upacara pemberangkatan beliau menitipkan sang saka merah putih guna ditancapkan di puncak-puncak benua sana. Perjuangan di alam bebas, yang bisa mengancam jiwa. Yang butuh latihan, kerjasama , niat dan semangat ekstra keras. Namun hasilnya bisa membanggakan, tidak hanya bagi universitasnya, namun bagi bangsa dan negara ini.
Pak rektor, berhasil membuktikan, bahwa sistem pendidikan utamanya ditujukan untuk pembangunan karakter. Untuk itu dibutuhkan fleksibilitas cara berfikir dan jiwa open-minded. Bahwa dalam organisasi juga ada pendidikan. Alam juga memberikan kontribusi untuk pendidikan. Keragaman lingkungan dan budaya juga memberikan bekal. Seperti juga berbagai keragaman pengalaman dari realitas sang kehidupan. Semua adalah bekal berguna.
Ada banyak cara untuk mengharumkan nama almamater. Bukan hanya lulusan yang menyandang gelar doktor professor. Yang jumlahnya sudah ratus-ribuan di dunia ini.
Tapi juga masuk dalam daftar nama 400 an orang yang tergabung dalam The Seven Summiters se dunia. Universitas ini berhasil memasukan 4 nama mahasiswa, dan 2 nama mahasiwi nya ( photo : Deedee dan Hilda ). Menjadi total 6 orang yang terdaftar eksklusif sebagai anggota The Seven Summiters tingkat dunia. Kita semua, bangsa ini, turut bangga karenanya. Karena kita berhasil membuktikan bahwa anak-anak bangsa ini mempunyai karakter dan jiwa juang yang tidak mudah patah.
Bravo Universitas Parahyangan Bandung, Bravo Mapala Mahitala.
Semoga semakin banyak para rektor lain yang mengikuti jejaknya.
Siap melepas klaim dan radikalisme kampus, karena
Masih banyak cara yang bisa dibuat, untuk
membanggakan negara dan bangsa ini
Yat Lessie
wah fotonya keren sekali kak
BalasHapusEMI